AKTAWONUA.COM, Konawe – Polemik dugaan penerimaan Tunjangan Profesi Guru (TPG) oleh Ibu Hania, istri Bupati Konawe yang juga menjabat Ketua PGRI Konawe, Ketua Tim Penggerak PKK, dan Ketua Dekranasda, menuai kritik tajam. Penggiat media sosial asal Sulawesi Tenggara, Tie Saranani, menilai praktik itu menunjukkan potensi penyalahgunaan jabatan di lingkar kekuasaan daerah.
Dalam pernyataannya, Selasa, 4 November 2025, Tie menyebut publik tak lagi kaget dengan kabar rangkap jabatan sekaligus penerimaan tunjangan profesi oleh istri orang nomor satu di Konawe itu.
“Saya pikir hampir semua masyarakat yang mengikuti aktivitas pejabat atau istri pejabat di Sulawesi Tenggara tidak heran. Bahkan sejak awal, saya sudah ingin bertemu Ibu ini untuk menyampaikan banyak hal, karena saya melihat beliau ini sudah terlalu berlebihan,” ujar Tie.
Tie menyoroti isu bahwa istri bupati disebut masih menerima TPG meski diduga tidak aktif mengajar. Kondisi ini, kata dia, ironis lantaran yang bersangkutan juga menjabat Ketua PGRI Konawe.
“Coba lihat beritanya, ada dugaan pakai joki mengajar, istri bupati diduga masih terima tunjangan profesi guru. Padahal beliau ini juga Ketua PGRI Konawe,” tambahnya.
Menurut Tie, guru bersertifikasi wajib memenuhi beban kerja minimal 24 jam tatap muka per minggu. Bila kewajiban itu tak dijalankan namun tetap menerima TPG, ia menilai hal tersebut bisa dikategorikan pelanggaran serius.
“Kalau memang tidak mengajar tapi masih terima TPG, itu sudah keterlaluan. Itu masuk kategori temuan, bahkan bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi,” tegasnya.
Tie menilai sebaiknya Ibu Hania memilih salah satu peran agar tidak tumpang tindih antara tugas sebagai guru dan jabatan sosial yang diemban.
“Tugas Ketua PKK dan Dekranasda itu sangat berat. Jadi seharusnya beliau memilih, apakah tetap sebagai guru dengan cuti dari jabatan sosialnya, atau fokus di PKK dan Dekranasda. Jangan ‘maburako’ begitu,” sindir Tie.
Tie juga menyinggung video pelantikan pengurus PKK dan Dekranasda yang sempat viral di media sosial. Dalam video itu, istri Bupati Konawe menyebut bahwa yang dilantik adalah “orang-orang yang sefrekuensi”.
“Lucunya, dari sekian ratus ribu warga Konawe, yang dianggap sefrekuensi hanya segelintir orang. Dan yang saya dengar, sebagian besar pengurus PKK dan Dekranasda itu berasal dari unsur guru. Padahal guru tidak boleh meninggalkan tugas mengajarnya,” ujarnya.
Ia menyebut hal itu ironis mengingat Ibu Hania juga menjabat Ketua PGRI Konawe, yang seharusnya memahami aturan dan etika profesi guru.
“Ini sangat disayangkan. Masa Ketua PGRI tidak tahu aturan dan kode etik guru? Kacau memang Konawe ini,” kritik Tie.
Menutup pernyataannya, Tie menilai kondisi internal pemerintahan Konawe saat ini tidak harmonis, meski masa jabatan bupati dan wakil bupati baru berjalan beberapa bulan.
“Baru sebulan dua bulan dilantik, tapi sudah banyak isu yang berseberangan. Malah muncul istilah ‘tiga matahari di Konawe’: satu bupati, dua istri, tiga pemilik uang. Kacau, dan kekacauan ini harus segera dihentikan. Masyarakat Konawe yang harus menentukan arah perubahannya,” pungkasnya. (**)




