AKTAWONUA.COM, Konawe – Di saat pemerintah pusat menekankan efisiensi belanja, Pemerintah Kabupaten Konawe justru memilih membeli dua mobil dinas mewah. Dua Toyota Alphard senilai total Rp3,47 miliar disiapkan untuk Bupati dan Wakil Bupati Konawe, menimbulkan tanda tanya besar di tengah keterbatasan fiskal daerah.
Langkah tersebut langsung menuai sorotan. Ketua Lembaga Pengawasan Pembangunan dan Kebijakan (LPPK) Sultra, Karmin, SH, menilai langkah Pemkab Konawe bertentangan dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto yang menekankan efisiensi dan penggunaan anggaran secara tepat sasaran.
“Hari ini bupati dan wakil bupati masih menggunakan mobil dinas jenis Pajero Sport. Lalu, mobil Alphard itu untuk siapa sebenarnya?” ujar Karmin mempertanyakan, Sabtu (1/11/2025).
Yang lebih janggal, mobil dinas Toyota Alphard berwarna putih yang seharusnya untuk operasional Bupati Konawe, justru dialihkan menjadi kendaraan operasional Hania, Ketua Tim Penggerak PKK sekaligus istri Bupati. Mobil itu menggunakan pelat merah nomor DT 555 A. Tak hanya itu, Alphard tersebut kerap dipakai untuk kepentingan pribadi, terbukti belum lama ini mobil tersebut terpasang pelat gantung putih bernomor D 816 BOSS di area parkir utama Kantor Bupati Konawe.
Karmin mengingatkan, pada 2024 lalu Penjabat (Pj) Bupati Konawe, H. Harmin Ramba, telah mengadakan tiga unit kendaraan dinas baru. Karena itu, menurutnya, pembelian dua Alphard pada 2025 ini tidak memiliki urgensi dan justru bertentangan dengan semangat efisiensi anggaran daerah.
“Yang lebih ironis, mobil tersebut kabarnya digunakan oleh istri bupati. Itu jelas bukan peruntukannya. Bahkan, mobil itu disebut-sebut kerap memakai plat gantung atau plat palsu,” ungkapnya.
Berdasarkan data yang diperoleh, Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Konawe melakukan pengadaan dua unit Toyota Alphard pada 13 Mei 2025. Pagu anggaran untuk kendaraan dinas Bupati tercatat sebesar Rp1.740.130.000, sedangkan untuk Wakil Bupati sebesar Rp1.736.650.000.
Kebijakan pengadaan kendaraan mewah di tengah keterbatasan fiskal daerah ini dinilai tidak mencerminkan prinsip efisiensi, efektivitas, dan keadilan dalam pengelolaan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam regulasi keuangan negara.
Publik kini menunggu langkah Inspektorat dan DPRD Konawe untuk meninjau kebijakan tersebut, guna memastikan tidak ada penyalahgunaan anggaran maupun pelanggaran etika dalam penggunaan fasilitas negara. (**)




